Rasa Hampa
Semua merasa sedih. Umat beragama di Jakarta harus beribadah secara online / streaming dari rumah. Karantina lokal karena corvid 19 yang sedang berlangsung, membuat kami tidak boleh pergi ke gereja.
Perasaan ini pernah juga saya rasakan selama di proyek batu waktu tahun 2006. Desa Milangodaa, perbatasan antara Gorontalo dan Sumut, tidak ada gereja di jarak 50 km. Rohani rasanya kosong banget. Biasa Misa tiap Minggu menerima Hosti, tapi apa daya hanya ibadah oikumene seadanya. Hampa jiwa deh pokoke…
Hampir mirip rasanya di saat ini. Di rumah, liatin smart phone, denger khotbah misa. Iya sih, live, tapi emang rasanya hampa. Biasa secara fisik hadir dan terima Tubuh dan Darah Kristus, sekarang hanya “membatin” dan “menghayal” untuk bisa Ekaristi.
Mungkin ini dibiarkan Tuhan supaya kita lebih bersyukur untuk hal-hal yang sederhana, seperti hadir dalam Misa dan menerima TubuhNya setiap Minggu. Atau memang Dia mau kita lebih “aware” bahwa Tuhan benar-benar hadir di rumah, bukan hanya di gereja.
Semoga virus-virusan ini cepat berlalu. Kangen hadir Misa. Rindu baca buku di toko inisial G. Cukuplah nonton serial di smartphone dan memperkaya neng youtube dengan quota-quota. Semoga…
Apa kata teman-teman